Tuesday, 10 January 2017

Ketika Masalah Aqidah dan Muamalah Beririsan : Pembangunan Gereja di Wilayah Mayoritas Muslim

Status : Draft

Panduan Pertanyaan :

  1. Apakah ada riwayatnya ketika jaman Rasulullah SAW, Sahabat, Tabi'in dan Tabi'ut tabi'in ada penolakan ketika Kaum Nasrani ingin mendirikan Geraja ? 
Spanduk Penolakan Pendirian Gereja Katolik di Lembah Hijau, Ciwaruga, Parongpong, Kab. Bandung
Referensi

  1. Tidak Ada Jemaat Tapi Mau Bangun Gereja Katolik, Warga Parongpong Bandung Unjuk Rasa, https://www.eramuslim.com/berita/nasional/tidak-ada-jemaat-tapi-mau-bangun-gereja-katolik-warga-parongpong-bandung-unjuk-rasa.htm
  2. Bahtsul Masail Pembangunan Gereja dan Batasan Toleransi Menurut Kitab Kuning, http://rumahkitab.com/all-project-list/pembangunan-gereja-dan-batasan-toleransi-menurut-kitab-kuning/

Saturday, 7 January 2017

Mengenal Kembali Ushul Wal Furu'

Banyak diantara saudara Muslim kita yang mudah sekali mencap saudaranya sebagai Kafir, Munafik, Ahlul Bid’ah, dsb dengan alasan dalil, bukan alasan zhahir yang telah disepakati para Ulama’ dengan syarat – syarat tertentu dan pertimbangan yang matang. Mereka hanya menelan mentah – mentah apa – apa yang guru mereka sampaikan tanpa melalui khazanah yang luas dan mendalam. Dalam memahami dalil juga diperlukan ilmunya. Adapun masalah itu, sudah terangkum dalam pengertian di bawah ini.

A. MAKNA USHUL DAN FURU’


Islam adalah Aqidah, Syariat dan Akhlaq. Ketiganya menjadi satu kesatuan tak terpisahkan, satu sama lainnya saling terkait dan saling menyempurnakan. Ketiganya terhimpun dalam Ajaran Islam melalui dua ruang ilmu, yaitu : USHULUDDIN dan FURU’UDDIN.

Ushuluddin biasa disingkat USHUL, yaitu Ajaran Islam yang sangat PRINSIP dan MENDASAR, sehingga Umat Islam wajib sepakat dalam Ushul dan tidak boleh berbeda, karena perbedaan dalam Ushul adalah Penyimpangan yang mengantarkan kepada kesesatan.

Sedang Furu’uddin biasa disingkat FURU’, yaitu Ajaran Islam yang sangat penting namun TIDAK PRINSIP dan TIDAK MENDASAR, sehingga Umat Islam boleh berbeda dalam Furu’, karena perbedaan dalam Furu’ bukan penyimpangan dan tidak mengantarkan kepada kesesatan, tapi dengan satu syarat yakni :ADA DALIL YANG BISA DIPERTANGGUNG JAWABKAN SECARA SYAR’I.

Penyimpangan dalam Ushul tidak boleh ditoleran, tapi wajib diluruskan. Sedang Perbedaan dalam Furu’ wajib ditoleran dengan jiwa besar dan dada lapang serta sikap saling menghargai dan menghormati.

B. MENENTUKAN USHUL DAN FURU’


Cara menentukan suatu masalah masuk dalam USHUL atau FURU’ adalah dengan melihat Kekuatan Dalil dari segi WURUD (Sanad Penyampaian) dan DILALAH (Fokus Penafsiran).

WURUD terbagi dua, yaitu :
  1. Qoth’i : yakni Dalil yang Sanad Penyampaiannya MUTAWATIR.
  2. Zhonni : yakni Dalil yang Sanad Penyampaiannya TIDAK MUTAWATIR.

Mutawatir ialah Sanad Penyampaian yang Perawinya berjumlah banyak di tiap tingkatan, sehingga MUSTAHIL mereka berdusta.

DILALAH juga terbagi dua, yaitu :
  1. Qoth’i : yakni Dalil yang hanya mengandung SATU PENAFSIRAN.
  2. Zhonni : yakni Dalil yang mengandung MULTI PENAFSIRAN.

Karenanya, Al-Qur’an dari segi Wurud semua ayatnya Qoth’i, karena sampai kepada kita dengan jalan MUTAWATIR. Sedang dari segi Dilalah maka ada ayat yang Qoth’i karena hanya satu penafsiran, dan ada pula ayat yang Zhonni karena multi penafsiran.

Sementara As-Sunnah, dari segi Wurud, yang Mutawatir semuanya Qoth’i, sedang yang tidak Mutawatir semuanya Zhonni. Ada pun dari segi Dilalah, maka ada yang Qoth’i karena satu pemahaman dan ada pula yang Zhonni karena multi pemahaman.

Selanjutnya, untuk menentukan klasifikasi suatu persoalan, apa masuk Ushul atau Furu’, maka ketentuannya adalah :

  1. Suatu Masalah jika Dalilnya dari segi Wurud dan Dilalah sama-sama Qoth’i, maka ia pasti masalah USHUL.
  2. Suatu Masalah jika Dalilnya dari segi Wurud dan Dilalah sama-sama Zhonni, maka ia pasti masalah FURU’.
  3. Suatu Masalah jika Dalilnya dari segi Wurud Qoth’i tapi Dilalahnya Zhonni, maka ia pasti masalah FURU’.
  4. Suatu Masalah jika Dalilnya dari segi Wurud Zhonni tapi Dilalahnya Qoth’i, maka Ulama berbeda pendapat, sebagian mengkatagorikannya sebagai USHUL, sebagian lainnya mengkatagorikannya sebagai FURU’.

Dengan demikian, hanya pada klasifikasi pertama yang tidak boleh berbeda, sedang klasifikasi kedua, ketiga dan keempat, maka perbedaan tidak terhindarkan. Betul begitu ?!

C. CONTOH USHUL DAN FURU’

  1. Dalam Aqidah :

    Kebenaran peristiwa Isra Mi’raj Rasulullah SAW adalah masalah USHUL, karena Dalilnya QOTH’I, baik dari segi WURUD mau pun DILALAH. Namun masalah apakah Rasulullah SAW mengalami Isra’ Mi’raj dengan Ruh dan Jasad atau dengan Ruh saja, maka masuk masalah FURU’, karena Dalilnya ZHONNI, baik dari segi WURUD mau pun DILALAH.

    Karenanya, barangsiapa menolak kebenaran peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW maka ia telah sesat, karena menyimpang dari USHUL AQIDAH.

    Namun barangsiapa yang mengatakan Rasulullah SAW mengalami Isra’ Mi’raj dengan Ruh dan Jasad atau Ruh saja, maka selama memiliki Dalil Syar’i ia tidak sesat, karena masalah FURU AQIDAH.
  2. Dalam Syariat :

    Kewajiban Shalat 5 Waktu adalah masalah USHUL, karena Dalilnya QOTH’I, baik dari segi WURUD mau pun DILALAH. Namun masalah apakah boleh dijama’ tanpa udzur, maka masuk masalah FURU’, karena Dalilnya ZHONNI, baik dari segi WURUD mau pun DILALAH.

    Karenanya, barangsiapa menolak kewajiban Shalat Lima Waktu maka ia telah sesat karena menyimpang dari USHUL SYARIAT. Namun barangsiapa yang berpendapat bahwa boleh menjama’ shalat tanpa ’udzur atau sebaliknya, maka selama memiliki Dalil Syar’i ia tidak sesat, karena masalah FURU SYARIAT.
  3. Dalam Akhlaq :

    Berjabat tangan sesama muslim adalah sikap terpuji adalah masalah USHUL, karena Dalilnya QOTH’I, baik dari segi WURUD mau pun DILALAH. Namun masalah bolehkah jabat tangan setelah shalat berjama’ah, maka masuk masalah FURU’, karena Dalilnya ZHONNI, baik dari segi WURUD mau pun DILALAH.

    Karenanya, barangsiapa menolak kesunnahan jabat tangan antar sesama muslim, maka ia telah sesat, karena menyimpang dari USHUL AKHLAQ.

    Namun barangsiapa yang berpendapat tidak boleh berjabat tangan setelah shalat berjama’ah atau sebaliknya, maka selama memiliki Dalil Syar’i ia tidak sesat, karena masalah FURU’ AKHLAQ. 

Mengerti kan, jadi dalam memahami suatu masalah, tidak usah ribut – ribut seperti anak kecil. Cukuplah dengan ilmu yang memadai, jiwa yang tegas dan hati yang bersih. Insya Allah, suatu permasalahan di kalangan kaum Muslimin bisa teratasi. Allah al musta’an…

Sumber : http://pustaka.islamnet.web.id/Bahtsul_Masaail/Aswaja/Islam%20dengan%20%20Sunnah%20dan%20Bidah%20Hasanah/28%20MENGENAL%20KEMBALI%20USHUL%20WAL%20FURU'.htm

Thursday, 15 December 2016

Sunday, 25 September 2016

Beberapa Praktek Transaksi yang "Sah tapi Haram"

Oleh: Moh Nasirul Haq

Diantara beberapa praktek transaksi yang sering kita temui di sekitar kita ternyata tidak jarang merupakan praktek yang sah namun haram untuk dilakukan. Mengapa? Hal itu mengingat beberapa alasan yang merugikan banyak pihak, sementara di sisi lain syariat islam itu sendiri merupakan syariat yang memberikan kenyamanan bagi segenap yang mengamalkannya.
Diantara praktek transaksi tersebut adalah;


بيع حاضر لباد
Bay'u hadirin libadin.
Contoh kasus ; datang seseorang yang asing membawa barang dagangan kebutuhan sehari-hari yang akan dijual dengan harga harian secara kontan, lalu datang orang penduduk setempat berkata; "tinggalkan saja padaku nanti akan aku jual sedikit sedikit dengan harga yang lebih mahal".

بيع تلاق الركبان
Bay'u talaqi rukban.
Contoh kasus; bertemu dua kelompok orang membawa barang dagangan ke kota, lalu ditengah jalan di beli oleh orang sebelum mereka tau harga pasar. Dan kelak jika pemilik barang dagangan tau bahwa ia mengalami kerugian maka boleh khiyar.

السوم على سوم اخيه
Saumu 'ala saumi ghoirihi
Contoh kasus : seseorang telah ditawari oleh seorang pemilik counter hp untuk harga hp BB seharga 1 juta, kemudian sebelum mereka deal datang pemilik counter sebelahnya mengatakan "beli padaku saja aku jual dengan harga 800 ribu".

الشراء على الشراء Syiro' 'ala syiro'
Contoh kasus : si "A" (pembeli) tawar menawar dengan si "B" (penjual 1) dalam masa Khiyar untuk jual beli sepeda motornya dengan harga 10 juta, kemudian datang si "C" (penjual 2) menyuruh si "A" untuk membatalkan akadnya dengan si "B" agar si "A" membeli kepada si "C".

البيع على البيع Bay'u 'ala bay'u
Contoh kasus : si "A" (pembeli 1) tawar menawar dengan si "B" (penjual) sebuah buku seharga 7000 dan mereka sepakat, kemudian datang si "C" (pembeli 2) mengatakan pada si " B" ; "batalkan akadmu biar aku yang membelinya seharga 7000".

بيع النجشLelang
Contoh kasus: seseorang dalam suatu gelanggang lelang menawar dengan harga tertentu, namun dia tidak bermaksud membelinya akan tetapi untuk mengelabuhi yang lain agar menawar dengan harga lebih tinggi.

بيع الرطب والعنب لعاصر الخمر Menjual anggur dan kurma muda pada penjual khomer
Contoh kasus : kita petani anggur kemudian datang seseorang ingin membeli anggur kita sedangkan kita tahu bahwa ia adalah pembuat khomer, maka hukumnya haram.

بيع العربونBay'u urbun
Contoh kasus : seseorang membeli rumah kepada penjual dengan harga 100 juta, karena pembeli tak bisa membayar kontan , maka kemudian si penjual mensyaratkan untuk membayar kredit jika lunas maka rumah menjadi milik pembeli jika tidak maka uang hangus dan rumah di ambil penjual.

Semoga bermanfaat . Mohon dikoreksi bila ada salah barangkali.